Search

Rasionalitas Omong Kosong

Kenapa gue sekarang jadi terlalu rasional sih?
Gue suka gue yang dulu. Calm down. Biasa aja ngadepin kehidupan, yang memang kejam. Serahin ke Allah. Allah aja udah yang ngatur, gue terima beres.

Kenapa gue sekarang jadi sangat rasional?
Gue takut rantai masa lalu terus membebani gue di kemudian hari. Gue khawatir nggak bisa terlepas dari itu. Jadi, gue takut... sama takdir yang udah Allah gariskan? Toh kalau gue nggak pernah mengalami itu, gue nggak akan pernah jadi gue yang sekarang. Gue yang... entah orang mau menyebutnya apa.

Kenapa gue sekarang jadi makin rasional?
Ketika keuangan keluarga makin nggak karuan, gue ikut-ikutan "cari cara" sejauh yang gue bisa bantu dan gue mau "melindungi" masa depan gue. Gue mau "melindungi" keturunan gue supaya mereka nggak mengalami apa yang gue alami. Mereka hidupnya harus lebih baik daripada gue. Di samping itu, gue sendiri nggak kepikiran sama sekali sama jodoh-jodohan. Jatohnya justru muak dan nggak mau nikah aja. Well, mikirin anak cucu tapi nggak kepikiran bapaknya. Bagian ini agak kurang rasional, tbh.

Gue capek. Rasionalitas cuma omong kosong! Nyatanya gue justru merasa jiwa gue "kosong" mengejar hal-hal yang gue pikir rasional dan wajar gue lakukan.

Lebih tepatnya, gue sekarang cuma jadi sok-sokan rasional.
Sedangkan kebaikan Allah itu nggak rasional. Ngasih 1 dibales 700, gue udah ngerasain. Bahkan lebih dari 700. Terbersit dalam hati, langsung dikabulin. Nangis karena dibikin sakit hati sama orang, si pelaku langsung dibales di depan mata gue! Nggak pake loading. Padahal gue nggak pernah minta si pelaku dapet balesan. Nggak pernah. Bahkan, Mbak Ay manggil gue si Pahit Lidah.

Kalau Allah balik bersikap rasional, nggak akan ada manusia yang selamat. Buat dosa dikit, langsung diazab. Ngelanggar perintah Allah, langsung ngerasain akibatnya. Ngonsumsi makanan minuman haram, langsung dapet penyakit. Ibadah, nggak ada yang diterima. Amburadul banget soalnya, dari segi bacaan dan kekhusyukan.

Itu baru adil dan rasional.

Nyatanya Allah nggak gitu. Kebaikan Allah melampaui keburukan yang diperbuat hamba-hamba-Nya.

Din, jangan lupa beramal shalih, berbuat baik. Jangan berhenti. Meski dunia nggak tahu (dan memang nggak perlu tahu). Kebaikan itu bisa menghapus keburukan-keburukan.

Surga Allah diperuntukkan bagi orang-orang yang berbuat baik, lahir dan batin.

Jangan sampai menyesal.

Din, lo tahu kan apa penyesalan yang paling menyakitkan?
Tatkala lo tahu surga Allah seluas langit dan bumi, tapi lo nggak mendapat tempat sama sekali.


Bekasi, 26 Juni 2019
00:43

Dinda Aulia Putri

Pict: Amrazing

I Wrote A Book(?)

Buku solo pertama gue udah terbit sejak April 2019, tapi sampe bulan Juni ini belum gue promosiin ke siapa-siapa, hehe. Apa sebabnya?

Gue mendadak merasa insecure. Belum pantes buat sharing hal-hal yang gue tulis di buku itu. Merasa belum mengamalkan semuanya, takut nanti dituntut Allah:
"Amat besar kebencian di sisi Allah apabila kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan." (Ash-Shaf: 3)

Gue tau nobody's perfect. Maka nggak perlu jadi sempurna dulu untuk bisa menasihati orang lain, terutama saudara sesama muslim. Sebab kalau nunggu sempurna maka nggak akan ada orang-orang di kolong langit ini yang pantas untuk memberi nasihat. Sedangkan, Allah bilang di surat Al-'Ashr bahwa manusia itu semuanya merugi kecuali mereka yang saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.

Tapi tetap aja, gue merasa kacau. Gue belum bisa mempromosikan buku itu entah sampai kapan.

Meskipun ada kaidah "sampaikanlah walaupun hanya satu ayat", gue punya prinsip "benar, kalau memang mengerti ayat itu". Masalahnya adalah, meskipun gue kuliah jurusan Tafsir Al-Quran, tapi Quran itu super duper complicated. I cryyy😭

Takut gue masukin ayat Al-Quran di sana, tapi kenyataannya gue nggak benar-benar mengerti ayat itu. Dan, Al-Quran itu nggak boleh dipahami hanya dengan Al-Quran saja. Apalagi cuma modal terjemahan Depag. No no! It's a biggest mistake!

Misalnya, ada something yang menarik yang gue pelajari di semester 2, terus gue masukin dong di buku gue karena niatnya mau berbagi ilmu kan. Eh ternyata di semester 3, materi yang sama itu ada pendalamannya lagi. Terus gue ngerasa bego banget kenapa pas semester 2 gue ngerasa udah paham sama materi itu. I cryyy (99+)

Jangan-jangan nanti di semester selanjutnya, apa yang gue tulis makin nggak ada gunanya, hahaha. Untungnya gue memutuskan untuk nerbitin buku solo pertama ini di penerbit indie, jadinya bisa gue kontrol penjualannya. Jangan masuk toko buku dulu deh, masih absrud isinya.

Doakan semoga aku kuat dan berani. Kuat untuk mengamalkan apa yang aku katakan dan berani untuk membagikannya pada orang lain.

Genks, ini cover buku gue :)

Bekasi, 10 Juni 2019
Love,

Dinda