Search

Kepala Sekolah


Tepatnya di sore hari pada 29 Desember 2018, aku pergi berkeliling sekitar tempat tinggalku, Planet Bekasi Tercinta. Randomly aku datengin suatu tempat. Di sana aku ketemu sama seorang ibu. Ibu itu ngajak ngobrol aku duluan, sampai akhirnya aku tahu kalau ibu itu dulunya seorang kepala sekolah dari sekolah yang cukup terkenal di kotaku. Yang aku tahu tentang sekolah itu adalah sering banget menang lomba, wkwk.

Sebenarnya aku agak penasaran dengan bagaimana sistem pengajaran di sekolah itu, tapi aku tidak memancing alias aku biarkan ibu itu bercerita sambil kujawab sekenanya.

Gayung pun bersambut. Rasa penasaranku sedikit terjawab. Pasalnya, ibu itu menjadikan pengalaman dan sudut pandang perasaannya sebagai salah satu cara beliau memimpin.

"Sewaktu saya masih jadi guru di sana, ada temen kuliah saya yang jadi kepala sekolahnya. Pernah saya sapa dia, astaga nggak dijawab sama sekali sapaan saya," sambil si ibu mencontohkan gaya temannya yang mendongakkan kepala ke atas dengan wajah berpaling, "sakit hati saya, Dek. Dari pengalaman itu, saya nggak pernah melakukan hal yang sama ke guru-guru saat saya jadi kepala sekolah. Bahkan saya berusaha buat menyapa dan menjabat tangan guru-guru lebih dulu sebelum mereka berbuat itu ke saya."

"Posisi diangkat sedikit aja, hati manusia bisa langsung berubah ya, Bu." Aku berusaha meresponnya.

"Yang paling saya ingat selama pengalaman jadi kepala sekolah itu, saya nggak pernah menegur guru-guru di depan banyak orang kalau mereka berbuat kesalahan, saya selalu ajak ngobrol di kantor saya. Saya lakukan pendekatan aja ke mereka. Karena nggak enak banget kan, Dek, kalau dinasihati di depan umum gitu?"

Deg. Aku langsung keinget temanku yang matanya bengkak abis nangis karena sakit hati setelah ditegur di depan orang-orang.

Sebenarnya banyak lagi yang ibu itu ceritakan. Tapi aku mau mengambil pelajaran dari dua hal saja: Pertama, untuk jangan pernah memperlakukan orang lain dengan sesuatu yang kita sendiri pun nggak suka kalau diperlakukan seperti itu; Kedua, adab dalam menasihati saudara. Sebab nasihat di tengah khalayak lebih terasa sebagai hinaan.

Untuk poin kedua, pernah bersyair Imam Asy-Syafi’i, “Nasihati aku kala sunyi dan sendiri; jangan di kala ramai dan banyak saksi. Sebab nasihat di tengah khalayak terasa hinaan yang membuat hatiku pedih dan koyak, maka maafkan jika aku berontak.”

Juga kata Ustadz Salim, “Tiap orang punya caranya sendiri untuk menyampaikan nasihat. Permata pun bisa dilempar, diulurkan, atau diselip ke saku.” Maka bagaimanapun caranya, ambillah permata itu.

Setiap orang punya sisi kelam, punya aib, pernah berbuat kesalahan. "Kesanggupan menutup aib saudara dipadu keterampilan menasihati dan ketulusan doa adalah daya agung ukhuwah yg kian langka." Semoga kita selalu belajar menjadi manusia yang bisa memanusiakan manusia lain.


Dinda Aulia Putri